BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003
pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan
tujuan pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara
dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan
menengah (pasal 3 PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar).
Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan
selanjutnya dan pendidikan nasional. Untuk itu aset suatu bangsa tidak hanya
terletak pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya
alam yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber daya
manusia, maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai
kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan
bangsa.
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting
dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan
adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah
adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan,
kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system
administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar,
sistem evaluasi serta bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang,
1990:58).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan mendasar
yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana peran guru kelas dalam
pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar?
1.3.Tujuan
1.
Untuk mengetahui hakikat bimbingan dan konsling di
Sekolah Dasar
2.
Untuk mengetahui perlunya bimbingan dan
konseling di Sekolah Dasar
3.
Untuk menjelaskan criteria masalah yang ada di
Sekolah Dasar
4.
Untuk menjelaskan jenis-jenis
masalah yang sering terjadi
5.
Untuk mengetahui peran guru kelas dalam
kegiatan BK di Sekolah Dasar
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat Bimbingan dan Konsling di SD
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami
suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada
seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri,
untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan
dating.
2.2.
Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD
Jika ditinjau secara
mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya bimbingan
yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis. Secara umum,
latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan
pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung
jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan
tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada
dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan.
Bila dicermati dari
sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah
adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga
berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan
laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan
relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP
Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan
bimbingan di sekolah yakni:
(1) Masalah
perkembangan individu,
(2) Masalah
perbedaan individual,
(3) Masalah
kebutuhan individu,
(4) Masalah
penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) Masalah
belajar
2.3. Kriteria Masalah
Pada dasarnya, masalah ditandai oleh
adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Namun, tidak semua masalah
perlu ditangani melalui pendekatan konseling. Suatu masalah perlu ditangani
melalui konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah
tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius, cukup mengguncangkan
pribadi konseli, masalah tersebut senantiasa mencekam sehingga pikiran dan
perasaan konseli tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan berpengaruh
terhadap perubahan fisiologik tubuh. Disisi lain, masalah tersebut sudah berada
diluar jangkauan konseli untuk mereda, menghalau ataupun untuk menyelesaikannya
sendiri. Sementara itu, bila masalah tersebut tidak diatasi maka akan merugikan
diri sendiri maupun pihak lain, terjadinya hambatan perkembangan, penyimpangan
sikap dan perilaku, salah perilaku dan inadekuat lain.
Selanjutnya, secara sadar konseli butuh
bantuan dari orang lain untuk menghadapi, mengatasi, dan memecahkan masalahnya
yang berada di luar kemampuannya. Jadi, masalah tersebut perlu digarap dengan
cara-cara khusus, cara-cara yang memadai. Dengan kata lain, masalah tersebut
diatasi dengan bantuan orang lain yang memiliki kompetensi atau keahlian sesuai
dengan karakteristik dan kadar permasalahanya perlu penanganan secara
profesional.
Meski masalah tersebut cukup serius dan
sifatnya spesifik, menimbulkan ketegangan, kecemasan, ketakutan, frustasi
ataupun konflik namun masalah tersebut masih dalam jangkauan profesi bimbingan
dan konseling, masih dalam kategori “normal”, belum termasuk “abnormal”. Bila
masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar jangkauan
konselor, maka perlu di “referal”
kepada psikologis klinis. Terlebih-lebih bila diagnosa masalah mengidentifikasi
adanya simtoma abnormalitas atau psikosis, maka merupakan kewenangan psikiater
untuk menanganinya.
Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling
secara prinsip, antara lain:
1. Masalah sebagai
kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong serius, sifatnya khas
dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial maupum pribadi dari konseli.
Masalah yang dihadapi oleh konseli itu mempengaruhi kehidupan pribadi maupun
sosial dari konselinya.
2. Masalah yang
cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan, serta masalah
tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau menyelesaikan sendiri.
Masalah tersebut adalah suatu masalah dimana konseli sudah merasa tidak mampu
untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan dirinya sendiri. Maka, disini
konseli membutuhkan bantuan dari konselor untuk membantu salam upaya pemecahan
masalahnya tersebut.
3. Bila masalah
tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka akan mengakibatkan
kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang boleh jadi berdampak memunculkan
masalah baru. Jika suatu masalah yang dihadapi oleh konseli tidak segera
terpecahkan atau terselesaikan, maka masalah tersebut dapat memunculkan suatu
masalah yang baru dan akan mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu,
suatu masalah yang dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat terselesaikan
dengan baik.
4. Pada
gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan masalahnya
secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi yang “balance”, produktif dan sehat. Konseli akan selalu membutuhkan
pertolongan bantuan dari seorang konselor dalam upaya pemecahan masalah yang
sedang dihadapi. Setelah memperoleh
bantuan dari konselor, maka diharapkan konseli mampu mengembangkan
potensi yang dimilikinya secara optimal, serta dapat hidup dengan seimbang,
produktif, dan sehat.
5. Dengan kata
lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh figur yang
kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan yang dihadapi oleh
konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang yang profesional dan sudah
ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Jika dalam menangani suatu masalah
itu tidak ditangani oleh orang yang sudah profesional, maka akan menjadi
ketakutan, apabila pemecahannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
konseli atau tidak sesuai dengan tugas perkembangan dari konseli yang
bersangkutan.
6. Akhirnya,
masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup kewenangan konselor yaitu
masalah-masalah melanda pada orang-orang normal. Seorang konselor hanya akan
membantu memecahkan masalah dari konseli yang masih dalam keadaan normal, atau
tidak sedang mengalami gangguan jiwa (abnormal). Jika konseli sudah berada
dalam suatu keadaan yang abnormal, maka hal itu sudah tidak menjadi kewenangan
dari seorang konselor. Dengan kata lain, masalah itu bisa dialih tangankan
kasus ke orang yang lebih ahli, misalnya seorang psikiater.
2.4. Jenis-Jenis Masalah Yang Sering Terjadi
Berikut ini ada beberapa masalah yang
dialami oleh para remaja di sekolah menengah, antara lain:
1. Masalah Emosi
Secara tradisional, masa remaja
dianggap sebagai periode badai dan tekanan suatu masa dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi remaja
seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang kurang tampak irasional.
Hal ini dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka, misalnya mudah
marah. Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan berbagai permasalahan
khususnya dalam kaitannya dengan penyesuaian diri di lingkungannya.
2. Masalah
Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada
masa remaja adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus
menyesuaikan diri dengan lawan jenis baik dengan sesama remaja maupun dengan
orang-orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Pada fase ini remaja
lebih banyak di luar rumah bersama dengan teman-temannya sebagai kelompok, maka
dapatlah dipahami jika pengaruh teman sebaya dalam segala pola perilaku, sikap,
minat, dan gaya hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari keluarga. Perilaku
remaja sangat bergantung pada pola-pola perilaku kelompok. Yang menjadi masalah
apabila mereka salah dalam bergaul.
3. Masalah
Perilaku Seksual
Tugas perkembangan yang harus dilakukan
oleh remaja sehubungan dengan kematangan seksualitasnya adalah pembentukan
hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis dan belajar memerankan peran seks
yang diakuinya. Pada masa ini, remaja sudah mulai tertarik pada lawan jenis,
mulai bersifat romantis, yang diikuti oleh keinginan yang kuat untuk memperoleh
dukungan dan perhatian dari lawan jenis. Sebagai akibatnya, remaja memiliki
minat yang tinggi terhadap seks.
4. Masalah
Perilaku Sosial
Tanda-tanda masalah perilaku sosial
pada remaja dapat dilihat dari adanya diskriminasi terhadap mereka yang
berlatar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Dengan
perilaku-perilaku sosial seperti ini, maka akan dapat melahirkan geng-geng atau
kelompok-kelompok remaja, yang pembentukannya berdasarkan atas kesamaan latar
belakang, agama, suku, dan sosial ekonomi. Pembentukan kelompok atau geng pada
remaja tersebut dapat memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau geng.
5. Masalah Moral
Masalah moral yang terjadi pada remaja
ditandai oleh adanya ketidakmampuan remaja dalam membedakan mana yang benar dan
mana yang salah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketidakkonsistenan dalam
konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
antar sekolah, keluarga, ataupun dalam kelompok remaja. Ketidakmampuan
membedakan mana yang benar dengan mana yang salah dapat membawa masalah bagi
kehidupan remaja pada khususnya dan pada semua orang pada umumnya. Untuk
mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang demikian, maka sekolah sebaiknya
menyelenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan dan meningkatkan budi
pekerti. Contoh dari masalah moral ini adalah mencontek saat ujian.
2.5.
Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD
Implementasi kegiatan
BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan
keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam
pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian
tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada
sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a. Informator,
guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b. Organisator,
guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan
lain-lain.
c. Motivator,
guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar
d. Director,
guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator,
guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter,
guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator,
guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h. Mediator,
guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i.
Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk
menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku
sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau
tidak.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga konseling,
konselor dan konselee ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi ruang dan
waktu kehidupan yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh karenanya, agar
bimbingan dan konseling ini senantiasa efektif dan berkembang lebih baik, maka
ke tiga unsur yang ada dalam konseling tersebut harus senantiasa ditinjau
ulang, baik secara teori maupun praktik. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir kesalahpahaman pemaknaan yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya.
Banyaknya problem yang terjadi dalam konseling, problematika
konselor dan konselee kebanyakan lahir dari ketidakpahaman yang mendalam
tentang konseling. Oleh karena itu, image ketiga unsure konseling harus
benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang benar-benar nyaman untuk sharing
yang solutif berbagai macam masalah yang dihadapi peserta didik.
Ketiga unsur di atas bukanlah hal yang berjalan
sendiri-sendiri, melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka,
semuanya harus dipahami secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.
3.2.
Saran
Pemberian layanan
bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan
konseling kelompok.
Guru Sekolah Dasar
harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut agar setiap
permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga
tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat
mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan
permasalahan pembelajaran yang cukup berarti.
DAFTAR
PUSTAKA
Mugiarso,
Heru. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Semarang: Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 UNNES.
Supriyo dkk.
2003. Bimbingan dan Konseling.
Semarang: Perc. Swadaya Manunggal Semarang.
http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/masalah-masalah-yang-dihadapi-konselor.html (diunduh pada tanggal 7 Desember 2012, pada pukul 09.00
WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar